Dahsyatnya Teman dan Lingkungan
Aku berjalan bersama suamiku untuk menemaninya mengisi pengajian
Islam disebuah kampus ternama di Brebes, UMUS namanya. Sebuah universitas sewasta yang didirikan
salah satu pengusaha besar yang berasal dari daerah tersebut. Kampus yang begitu sangat religius membekali mahasiswa-mahasiswinya bukan hanya
dengan ilmu dunia namun juga Akhirat. Disamping kampus tersebut berdiri megah
pondok pesantren yang khusus didirikan untuk mahasiswa baru semester 1-4 yang
berkewajiban mondok memperdalam ilmu Agama selama minimal 4 semester .
Semua santri begitu antusias
menyapa dan bersalaman dengan suamiku. Aku begitu sangat bersyukur dan bahagia
melihat pemandangan yang begitu indah
ini. Namun ternyata bukan hanya mahasiswa-mahasiswi yang menghadiri acara
pengajian ini, juga hadir banyak masyarakat
umum.
Kutatap semua peserta yang ada di situ semua begitu bahagia dan
bersemangat,bahkan tak luput sesekali ku
perhatikan busana santriwati-santriwati itu .
Sungguh begitu syar’I, indah dipandang dan begitu menyejukan hati. Jilbab mereka menjulur dari kepala sampai pinggang. Gaun mereka begitu cantik menyejukan qolbu.
Sungguh begitu syar’I, indah dipandang dan begitu menyejukan hati. Jilbab mereka menjulur dari kepala sampai pinggang. Gaun mereka begitu cantik menyejukan qolbu.
Ah inilah calon pewaris-pewaris syurga, calon ibu dari
generasi-generasi pejuang Islam penerus perjuangan para nabi gumamku dalam
hati.
Keindahan ini begitu manis kurasakan, sampai akhirnya tak sengaja
kulihat ada beberapa gadis yang memakai pakaian ala tren Barat. Celana mereka
begitu ketat, tergambar dengan jelas lekuk tubuh mereka . Bahkan ada diantara mereka
yang jilbabnya hanya menutupi pada sebagian rambutnya saja.
Namun aku sudah begitu akrab dengan hal-hal seperti itu. Masa lalau
kelamku telah menyadarkan banyak hal.
Mereka membawa pikiran dan anganku untuk kembali menyelami
bagaimana aku yang dulu. Ya , meski sekarang aku adalah istri seorang kiyai
kondang muda namun aku bukanlah berasal dari keluarga religius dan lingkungan
agamis seperti yang kebanyakan orang pikir.
Aku dilahirkan disuatu desa yang mayoritas penduduknya masih
percaya dengan ajaran animisme dan dinamisme, banyak perempuan tak menutup
aurat bahkan jilbab merupakan suatu hal yang asing.
Usia SD aku melanjutkann sekolah SMP di suatu kota , dimana disana
aku terbiasa dengan memakai rok diatas paha. Semua terasa biasa bagiku kala itu
, tiada risih apalagi malu mempertontonkan auratku yang mulai menginjak dewasa.
Ini juga berlaku saat usia SMA ku, pacaran bukanlah sesuatu yang
tabu, malah justru tak punya pacar bagaikan sebuah aib. Sungguh begitu pandai
setan meracuni otak manusia, kini aku baru sadar setelah hidayah-Nya
mendatangiku.
Alhamdulillah saat mulai masuk kuliah lingkungan dan persahabatan
telah merubahku meski belum sepenuhnya baik. Rata-rata semua temanku memakai
jilbab, ya meski bawahan masih banyak
yang menggunakan celana yang begitu ketat, apalagi celana jenis pensil yang
lentur saat itu sedang trend-trendnya. Namun setidaknya ada perubahan dalam
diriku saat itu, aku mulai terbiasa dengan jilbab yang mayoritas dipakai semua
wanita yang ada dikampusku.
Hari-hari kuliah kami lalui dengan penuh suka cita, berbagai
seminar dan pelatihan kami ikuti. Namun jujur dari berbagai seminar yang kami
lalui seminar bisnislah yang sangat aku sukai.
Usiaku yang mulai matang membuatku mulai memikirkan pasangan halal,
disadari atau tidak rutinnya aku mengikuti seminar bisnis dan bertemu dengan
berbagai pembicara sukses kaya raya itu semua membuat aku begitu terobsesi
memiliki pasangan pengusaha.
Berbagai cara aku lalui, Intensitas ikut seminarpun aku tingkatkan.
Hingga ikut seminar ingin mencari ilmu niatnya berubah mencari pasangan.
Beberapa pengusaha pernah menyatakan perasaannya padaku, dan
beberapa diantara mereka ada yang pernah menjadi pacarku, namun apa yang
terjadi semua hanya mempermainkanku, aku dianggapnya seperti boneka untuk
menghibur, jika sudah bosan dan usang dibuang dan dicampakan begitu saja.
Sungguh hinanya aku saat itu, dimemori otak ku hanya materi dan
materi.
Akhirnya pencarian mendapatkan suami pengusahapun aku akhiri, aku
sudah tidak percaya lagi dengan laki-laki.
Usai kuliah aku langsung saja pergi merantau yang jauh, disamping
untuk bekerja tujuan lainku adalah melupakan jauh-jauh kenangan-kenangan buruk
itu.
Di Jakarta aku bekerja disebuah perkantoran elit di jalan
Mh.Tamrin. Sementara untuk tempat
tinggalku aku kos disuatu perkampungan Jakarta yang Alhamdulillah lingkungannya
masih sangat baik, setiap pulang sekolah SD anak-anaknya langsung bersiap masuk
ke sekolah madrasah, dan setelah sholat maghrib
mereka mengaji kembali dimesjid yang menyatu dengan pemukiman itu.
Bahkan bukan hanya anak-anak yang mengaji , setiap hari senin dan kamis para
ibu-ibu melakukan pengajian rutin, mengkaji berbagai kitab Islami.
Usai sholat subuh para jama’ah mesjidpun tak beranjak dari tempat sholatnya seakan begitu haus akan ilmu mereka begitu setia menunggu ustadz memberikan materi-materi kuliah subuh yang setiap hari diberikan pada jama’ah. Sungguh perkampungan yang masih sangat kental dengan perkampungan religi.
Usai sholat subuh para jama’ah mesjidpun tak beranjak dari tempat sholatnya seakan begitu haus akan ilmu mereka begitu setia menunggu ustadz memberikan materi-materi kuliah subuh yang setiap hari diberikan pada jama’ah. Sungguh perkampungan yang masih sangat kental dengan perkampungan religi.
Sayapun dibuat begitu sangat penasaran, dengan hadirnya kampung
yang sangat religi ditengah-tengah kota yang super metropolis ini, terlebih
jika melihat semua wanita yang ada di kampung ini, baik anak-anak, remaja,
bahkan para ibu-ibu jompo mereka semua menggunakan pakaian yang begitu syar’i.
Sayapun akhirnya beranikan diri untuk bertanya pada sesepuh
perkampungan itu, pak Maman namanya. Orang yang sudah tua dan begitu bersahaja.
Usut punya usut setelah saya gali berbagai keterangan dari pak Maman ternyata
kampong ini dulu tidak seagamis ini. “Semua ini berkat jasa dan kerja keras
ustadz Furqon, seorang pengusaha kaya raya yang juga tinggi akan ilmu agama, beliau telah dengan
gigih berjuang baik dengan ilmu dan materinya sehingga desa ini bisa seperti
sekaramg ini. Bahkan mesjid megah yang ada di desa inipun beliau bangun, dan
warga tak ada yang membantunya sepeserpun karena ustadz Furqon ingin benaar-benar dari uang
pribadinya” jelas pak Maman.
Subhanallah ,,, ujarku …
Akupun begitu penasaran dengan sosok ustadz Furqon ini, setelah
mencari berbagai keterangan dari warga akhirnya sayapun beranikan diri
bersilaturahmi ke kediaman ustadz Furqon.
Namun ternyata ustadz furqon sedang tidak ada ditempat beliau
sedang menjadi pembicara pengajian di Bogor. Alhamdulillah ada istrinya yang
menyambut saya begitu hangat , bersahabat dan bersahaja. Pertemuan dengan istri
ustadz inilah yang akhirnya merubah saya dalam berbagai hal, karena sejak
pertemuan pertama ini kami sering bertemu dan menjadi sahabat yang begitu
akrab. Teh Nina begitu sapaan akrabnya yang telah banyak menginspirasi saya
tentang banyak hal terutama tentang sosok suami ideal yang telah ia perlihatkan
dan ceritakan.
Berbekal sharing dengan teh Nina akhirnya saya bertekad untuk
memperbaiki diri. Saya kembali semangat untuk mencari pasangan halal. Semua
saya perbaiki terutama dari hal pakaian, karena kata teh Nina pakaian yang kita
kenakan adalah kesan pertama yang akan ditentukan kita dinilai baik atau buruk.
Jika kesan pertama saja kita sudah menunjukan keburukan maka pemuda sholeh
bagaimana mau kenal kita kearah berikurtnya.
Selain memperbaiki pakaian
sayapun memperbaiki hubungan saya dengan Allah, disamping sholat 5 waktu
sayapun makin rajin sholat sunah dan membaca Al-Qur’an. Selain itu rutin setiap
bulan setengah dari uang gajian saya berikan untuk panti asuhan , saya tidak
mau asal-asalan lagi dalam beramal, saya yakin amalan terbaik adalah jalan
Allah memberi kita rizki terbaik termasuk didalamnya suami terbaik.
Hanya baru dua bulan saya melakukan itu tiba-tiba ustadz Furqon
mengajak kawannya main kerumahnya, dan disaat yang sama saya sedang berada
dirumahnya pula. Teman ustadz Furqon adalah seorang pengusaha juga , bahkan
lebih dari itu beliau memiliki beberapa pondok pesantren warisan ayahnya, dan
beliau masih bujang , baru beberapa tahun lulus S2 di Mekkah Al Mukaromah.
Dan teman ustadz Furqon tersesebut tiada lain adalah mas Adib
Masrukhan yang kini meuntuk jadi suami dan ayah dari anak-anakku. Aku
mengenalnya hanya dalam hitungan hari, namun Allah telah menuntun hati mas Adib
untuk segera menikahiku. Alhamdulillah jika kita berbuat yang terbaik atas niat
untuk beribadah kepada-Nya Allahpun membalas dengan hal-hal yang terbaik yang
tidak jarang terjadi diluar akal sehat manusia.
Perjalanan panjang ini telah mengajarkan saya banyak hal, bahwa
lingkungan dan teman sangat berpengaruh akan karakter kita dan masa depan. Oleh
karenanya saya sekarang tidak sembarang lagi bersahabat dengan manusia apalagi
jika ia hanya akan merusak karakter saya.
Saya yang dulu berambisi ke masalah keduniaan justru selalu dikecewakan namun saat saya berpikir untuk memperbaiki
diri dan melakukan amal terbaik untuk tujuan Akhirat, justru urusan duniapun
duiberi-Nya yang terbaik.
Pengalaman buruk saya akan pakaian yang tidak syar’i tidak lantas
membuat saya menilai negative wanita yang tidak berpakaian syar’i, setiap saya
bertemu orang-orang seperti mereka saya justru selalu mendoakan agar Allah
segera beri mereka hidayah. Karena laki-laki bisa menjadi bejad karena pakaian
yang wanita kenakan maka mendoakan mereka adalah suatu keharusan.
Saya bisa berpakaian syar’i seperti sekarangpun karena hidayah
Allah, maka jika semua wanita seperti apapun ia sekarang kalau sudah Allah beri
hidayah pasti ia bisa menjadi wanita yang baik, bahkan wanita terbaik.
Semoga bisa sedikit menguinsfirasi.
Buah Pena
Detatang Kamal
Post a Comment for "Dahsyatnya Teman dan Lingkungan"
Komentar